JUN
08

Menanti Hikmah Pilkada

07 November 2008

Oleh : Eko Mahendra*
…Berilah aku satu kata puisi
Daripada seribu rumus-rumus yang penuh janji
Yang menyebabkan aku terlontar kini jauh dari bumi yang kukasih.
Angkasa ini bisu. Angkasa ini sepi.
Tetapi aku telah sampai pada tepi.
Darimana aku tak mungkin lagi kembali…
(Kekuasaan dan Kesusasteraan: Gunawan Mohammad)

Pagelaran Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) di Kabupaten Tegal baru saja usai. Gegap gempita masyarakat di hari-hari kampanye tertunai sudah. Dan kini kita semua dapat menyaksikan hasilnya; Pasangan Agus-Hery terpilih untuk memimpin masyarakat Slawi untuk lima tahun mendatang. Tentu saja, persoalannya bukan pada siapa akhirnya yang menang. Karena dalam Pilkada—sebagai pesta demokrasi—sesungguhnya bukan pada soal siapa yang kalah dan siapa yang menang. Tapi bagaimana keberlangsungan tatanan kepemimpinan di Kabupaten Tegal harus tetap diwujudkan. Dalam wacana politik, betapapun kerasnya pertarungan, masih ada kerinduan akan keteraturan dan kedamaian. Kedua hal ini mengingatkan landasan hidup bersama: tindakan butuh legitimasi, perlu persetujuan masyarakat, yang mengandaikan pembenaran normatif pada moral, agama, dan mungkin tradisi. Sementara pada fenomena Agus Riyanto terpilih lagi sebagai pentolan Slawi, setidaknya menyiratkan bahwa realitas masyarakat Slawi masih memiliki tumpuan harapan, yang mungkin belum—sempat—terwujudkan pada periode sebelumnya.

Dalam tinjauan Filsafat Politik, Dr. Haryatmoko, dalam buku Etika Politik dan Kekuasaan, menyebutkan bahwa kecenderungan orang-orang saat ini yang terjun dalam dunia politik memiliki mental animal laborans; satu sikap di mana orientasi kebutuhan hidup dan obsesi akan siklus produksi-konsumsi sangat dominan. Ujungnya menjadikan politik sebagai tempat mata pencaharian utama. Sindrom yang menyertainya adalah korupsi dan egosentrisme. Para penguasa cenderung mengabaikan kehadiran yang lain karena mengonsentrasikan diri pada eksistensi diri, juga pada kebutuhan pribadi. Memang sosok penguasa terkadang menyadari hidup dalam kehadiran yang lain, tetapi belum mampu menjadi diri pluralitas yang sesungguhnya dimiliki oleh semua pihak. Tentu saja harapan semua warga Kabupaten Tegal tidak demikian kepada pemimpin yang baru saja terpilih ini. Untuk itu semua pihak harus tetap kritis namun tetap objektif dalam melihat langkah-langkah yang ditempuh pasangan terpilih ke depan. Karena mereka dipilih sesungguhnya sebagai perwujudan dan representasi rakyat Slawi.

Bila asumsi yang kita pegang adalah bahwa siapa pun yang menang merupakan sosok representasi rakyat Slawi, maka hemat penulis, paling tidak ada tiga implikasi penting yang dapat kita cermati. Pertama, realitas ini sudah sepatutnya disikapi dengan rendah hati oleh pasangan terpilih. Bukan tradisi Wong Tegal bila apa yang telah kita harapkan kesampaian lalu membuat kita lupa diri, euforia, bahkan melahirkan arogansi dan bangga diri. Justru inilah kesempatan kedua yang telah diberikan Allah kepada pihak terpilih, bahwa melalui aspirasi rakyat, pasangan terpilih diharapkan mampu memenuhi apa yang dikehendaki rakyat Slawi. Maka kalau pun diselenggarakan tasyakuran, tidak dengan cara dan gaya yang justru tidak mencerminkan nilai rasa syukur kepada Allah. Bahkan bila perlu yang harus dilakukan adalah kontemplasi dan permenungan yang jernih untuk menentukan langkah-langkah taktis strategis bagi masyarakat Kabupaten Tegal.

Kedua, kenyatan ini juga diharapkan memberikan kesadaran kepada semua pihak. Pilkada telah usai, maka rivalitas dan persaingan pun telah usai dengan sendirinya. Kini bagi semua pihak, dari kalangan manapun sudah sepatutnya saling membahu dan menatap ke depan ke arah Kabupaten Tegal yang lebih baik. Perlu ditegaskan di sini, Kabupaten Tegal bukan milik pemenang Pilkada semata!, tapi milik segenap rakyat Kabupaten Tegal. Pada tahap ini ada hal menarik menurut penulis untuk dijadikan bahan refleksi bersama. Bagi pihak-pihak (baca: pasangan) yang sebelumnya bersaing memperebutkan kursi Bupati lalu, alangkah indahnya bila bertemu bersama untuk bertukar pikiran (sharing), bahkan dalam tahap lebih jauh, saling menguji dan melengkapi visi dan misi yang sempat diusung. Ini penting, karena dimungkinkan sebagian masyarakat Slawi yang memberikan pilihan kepada calon tertentu, karena memang memiliki harapan setelah melihat visi dan misi mereka. Inilah yang mesti diakomodasi oleh pasangan terpilih.

Pada konteks ini, diharapkan pemimpin kita memiliki keterbukaan untuk kemudian secara sinergis melakukan pembenahan lebih lanjut dari apa yang sudah dilakukan pada periode sebelumnya yang memang sudah baik. Dalam hal ini, terdapat banyak Pekerjaan Rumah (PR) yang mesti dilihat cukup serius. Sebut saja IPM (Indeks Pengembangan Manusia) Kabupaten Tegal yang masih cukup memprihatinkan. Dalam sebuah survey tahun 2008, disebutkan IPM kita berada di nomor urut 27 dari 35 Kabupaten/Kota di Jawa Tengah. Sementara kita tahu bahwa IPM merupakan satu di antara parameter kemajuan suatu daerah, karena indikatornya berdasarkan pada aspek-aspek prioritas seperti pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan.

PR lain yang tak kalah prioritas adalah kesejahteraan para guru. Utamanya para guru swasta, para guru di madrasah-madrasah, para guru Taman Kanak-Kanak (TK)/Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPQ), hingga Alokasi Dana Desa (ADD) untuk diperhatikan dan ditingkatkan. Karena di pedesaanlah justru perkembangan sektor riil berlangsung secara dinamis. Kemudian yang tidak kalah penting dari semua itu adalah pengelolaan yang dibarengi pemantauan kredit untuk UKM, industri rumah tangga, pedagang, nelayan, dan petani. Dalam bidang pariwisata juga penting untuk kembali mendapat perhatian, di dalamnya menyangkut tata kota dan pembenahan keindahan kota berikut segala fasilitas utamanya di bidang teknologi informasi yang saat ini cukup menjadi brand di sejumlah daerah.

Ketiga, Meski semua hal yang disebut di atas mungkin sudah terangkum dalam visi dan misi pasangan terpilih, namun tidak ada salahnya bila masyarakat juga memperoleh informasi yang akuntable tentang apa saja yang sudah dan atau belum dikerjakan oleh pemimpinnya. Hal ini menginspirasikan kita untuk segera menggagas lahirnya Peraturan Daerah tentang Transparansi Publik, sebagaimana juga telah diberlakukan di sejumlah daerah di Indonesia. Melalui Pilkada yang sudah dilangsungkan ini juga mari bersama-sama kita pasang mata dan telinga, bahwa kita semua memang tengah melakukan suatu harapan dan langkah besar. Kita juga jangan melupakan untuk selalu melihat nilai positif dari semua peristiwa di sekitar kita. Penulis yakin penuh, bahwa pesta demokrasi di Slawi kemarin memiliki hikmah tersembunyi (blessing in disguise) yang hanya diketahui Allah semata. Mari, kita tunggu bersama, misteri hikmah apa yang tengah dijanjikan Allah kepada masyarakat Slawi dengan tetap berbaik sangka kepada-Nya (husnudzon billah) . Semoga. *** (Wacana Radar Tegal, 2 November 2008)
* Penulis adalah kader PPP Kabupaten Tegal.
Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Labels:
0
COMMENTS
Design a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: