MAR
14

Politik Berbiaya Tinggi, PPP Tidak Terlalu Mengandalkan Dana

18 Juni 2012


Jakarta - Partai politik terus menggalang dana untuk menghadapi Pemilihan Umum 2014. Salah satu caranya adalah dengan mengutip iuran dari kader partai yang menjadi kepala daerah dan wakil rakyat. Bahkan, ketua partai politik bisa dijadikan mesin uang.

Informasi yang dihimpun Kompas hingga Minggu (17/6) menunjukkan, hampir semua parpol mulai menyusun strategi untuk penggalangan dana. Hal itu terjadi karena Pemilu 2014 yang membutuhkan dana sangat besar tinggal sekitar dua tahun lagi.

”Kebiasaan Golkar selama ini, ketua umum berperan besar dalam pembiayaan partai. Sumber pembiayaan lainnya adalah dari sumbangan kader dan pihak lain yang tidak mengikat. Kebetulan Golkar juga memiliki banyak kader dari kalangan pengusaha. Mereka biasanya juga memberikan kontribusi cukup besar dalam pembiayaan partai,” kata Wakil Bendahara Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo di Jakarta, kemarin.

Karena itu, kata Bambang, salah satu tuntutan menjadi Ketua Umum Partai Golkar adalah memiliki akses terhadap sumber dana. Pasalnya, dibutuhkan biaya yang besar untuk menggerakkan partai.

Bagi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, menurut Wakil Sekretaris Badan Pemenangan PDI-P Arif Wibowo, dari pengalaman pemilu sebelumnya, iuran yang digalang dari kader partai menempati posisi strategis. Namun, besaran iuran bervariasi dan ditentukan oleh partai.

Ia mencontohkan, setiap kader PDI-P yang menjadi anggota DPR pada pemilu lalu dimintai iuran Rp 25 juta. Untuk kader yang menjadi kepala daerah, besaran iuran itu lebih banyak ketimbang kader yang jadi anggota DPR. Untuk kader yang menjadi anggota DPRD, besarannya lebih sedikit ketimbang kader yang jadi anggota DPR.

Selain itu, setiap kader yang mencalonkan diri sebagai anggota DPR ataupun DPRD juga dimintai iuran Rp 5 juta per orang. ”Untuk pemilu kali ini belum ada pembicaraan mengenai dana. Kemungkinan penggalangan dana baru dilakukan Oktober mendatang karena Januari 2013 sudah mulai kampanye,” kata Arif.

Menurut pengajar Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Faisal Andri Mahrawa, penggalangan dana sah dilakukan parpol. Di Indonesia, dana bisa dikumpulkan dari publik dengan batasan tertentu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 tentang Pemilu. Hal serupa dilakukan Partai Demokrat Amerika Serikat untuk mendukung pencalonan Barack Obama.

Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), selain dari pemerintah, juga mengumpulkan dana dari potongan anggota DPRD dan DPR. Anggota parpol menyetorkan iuran wajib dan sukarela.

Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi mengakui, saat ini sebagian besar pemasukan Gerindra berasal dari sumbangan sukarela, baik dari kader maupun dari anggota DPRD dan DPR. ”Mereka melihat sumbangan wajib sepertinya terlalu kecil,” katanya.

Ia mengatakan, praktiknya banyak sumbangan pribadi terutama ketika ada acara di daerah. Gerindra juga mengandalkan pengumpulan uang dari koperasi dan simpan pinjam, seperti bisnis kambing. ”Tak hanya untuk anggota, tetapi simpatisan dan orang biasa juga kami pinjamkan kambing. Itu berkembang,” katanya.

Bagi Bambang yang juga pengusaha pertambangan dan energi ini, Dewan Pimpinan Pusat Partai Golkar memberikan bantuan operasional kepada pengurus tingkat provinsi sebesar Rp 50 juta dan Rp 5 juta untuk pengurus tingkat kota/kabupaten. Jika ada 33 pengurus tingkat provinsi dan sekitar 450 pengurus kabupaten, biaya yang dikeluarkan DPP setiap bulan mencapai Rp 3,9 miliar, belum termasuk untuk operasional DPP Partai Golkar.

Namun, kata Bambang, sampai sekarang partainya belum menghitung cermat biaya yang dibutuhkan untuk Pemilu 2014. Golkar masih fokus meningkatkan elektabilitas partai dan pencalonan presiden.

Diberi modal
Partai Nasional Demokrat (Nasdem) juga menyatakan siap memodali Rp 5 miliar-Rp 10 miliar bagi calon anggota DPR untuk bertarung di pemilu. Menurut Ketua Partai Nasdem Rio Capella, dana itu dikumpulkan antara lain dari dua donatur, Surya Paloh dan Hary Tanoesoedibjo (Kompas, 9 Juni 2012).

Wakil Ketua Bidang Kaderisasi Partai Nasdem Ferry Mursyidan Baldan mengatakan, cara itu untuk memperbaiki citra dan kewibawaan politisi. Dengan sistem tersebut, caleg yang tidak memiliki dana cukup besar tidak perlu khawatir karena akan ditanggung partai.

Model pendanaan itu muncul karena kerisauan Partai Nasdem melihat ekspektasi masyarakat terhadap kualitas anggota DPR. ”Kalau citra politisi tidak dipulihkan, rakyat enggan memilih,” kata Ferry dalam diskusi yang digelar Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), pekan lalu.

Secara terpisah, Sekjen Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy mengatakan, dalam situasi politik berbiaya tinggi, PPP tidak terlalu mengandalkan dana. Sebagian besar pemilih PPP adalah pendukung ideologis dengan orientasi politik dipengaruhi oleh sejarah, garis politik, dan nilai-nilai partai. Untuk memelihara konstituen, PPP terus menjaga silaturahim dengan tokoh agama dan pesantren.

”Selama ini, kami mengandalkan dana politik dari bantuan pemerintah, iuran anggota, sumbangan dari legislatif kader partai, serta donasi dari pendukung. Sebenarnya itu tak cukup, tapi dicukup-cukupkan,” katanya.

Dana bantuan pemerintah untuk PPP sekitar Rp 600 juta per tahun dengan perhitungan perolehan 5,7 juta suara. Idealnya dana itu ditingkatkan karena fungsi partai sebagai pilar demokrasi cukup berat, seperti melakukan kaderisasi, mengisi jabatan publik, menyalurkan aspirasi rakyat, dan melakukan pendidikan politik. (Kompas, 18 Juni 2012)
Bagikan:
Comments
0 Comments

0 komentar:

Posting Komentar

Labels:
0
COMMENTS
Design a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: