Rumah Apung, Cara Belanda Atasi Perubahan Iklim
Naiknya permukaan laut akibat perubahan iklim mengancam wilayah
pesisir. Sebagian Belanda yang berada di bawah permukaan laut sudah
bersiap-siap dengan membangun rumah apung dan membelokkan sungai.
Dengan segelas kopi ditangannya, Willem Blokker naik dua anak tangga
menuju teras di atap rumahnya. Ia menikmati pemandangan sebelum duduk di
sebuah sofa. "Sekarang Anda mengerti kenapa hidup terasa seperti
liburan permanen di sini?"
Warga Belanda berusia 52 tahun ini tinggal di salah satu dari 43 rumah
apung di wilayah hasil kembang baru di bagian timur Amsterdam, yang
disebut Steigereiland. Layaknya kapal besar melabuh, setiap rumah diikat
ke empat titik tambatan kapal.
Bukan berarti tempat ini sempurna
.
Rumah apung sedikit bergoyang saat ada ombak, kata Blokker, meskipun
arsiteknya menjanjikan sebaliknya. Namun lama-kelamaan terbiasa,
tambahnya.Fondasi bangunan diisi semen dan busa pemberat. Gelang-gelang yang
tertempel pada palang-palang yang terbenam dalam laut memastikan rumah
tidak terbawa arus. Bangunan juga dapat bergerak naik turun, tergantung
tingkat permukaan air. "Itu rahasianya," ujar Floris Hund dari firma
arsitek Marlies Rohmer, yang membantu desain kompleks rumah apung. Mendahului perubahan iklim
Perencanaan khusus bagi rumah apung adalah salah satu cara adaptasi
pemerintah Belanda terhadap dampak kenaikan permukaan laut dan curah hujan yang meningkat
akibat perubahan iklim. Bagi Belanda, perubahan kecil pada fluktuasi
permukaan air membawa masalah yang hanya akan bertambah parah.Menurut pakar Komisi Delta pemerintahan Belanda, permukaan air laut akan
naik di Belanda hingga 1,3 meter dalam satu abad ke depan, dan mencapai
4 meter dalam 200 tahun mendatang. Sepertiga wilayah Belanda terletak
sejajar dengan permukaan air laut, atau dibawahnya.
|
Rumah-rumah apung di Steigereiland terkait pada tambatan kapal yang dapat diatur secara vertikal sesuai pasang surut air
|
Rumah-rumah apung di Steigereiland terkait pada tambatan kapal yang dapat diatur secara vertikal sesuai pasang surut air
Lalu ada juga ancaman kenaikan tingkat permukaan sungai. Akibat
perubahan iklim, sungai yang mengalir masuk ke Belanda lebih penuh dari
sebelumnya, kata Pavel Kabat, pakar iklim Komisi Delta."Masalah ini tidak bisa dipecahkan hanya dengan tanggul, kami harus
mengubah strategi," ungkap Kabat. "Kami tidak boleh melihat air sebagai
bahaya, namun lebih sebagai peluang, sebagai tantangan." Hidup bersama air
'Leven met water' atau hidup bersama air mencerminkan strategi baru
dalam perencanaan teknik sipil di Belanda. Sebuah perubahan besar tengah
terjadi, menjauh dari pengerjaan yang melawan kenaikan air, dan justru
berusaha bekerja bersama kenaikan air. Rawa yang sudah diberi tanggul
kembali dibanjiri, kanal-kanal yang sudah tidak digunakan kembali
dimanfaatkan, dan danau-danau penampungan sedang dibangun. Di sejumlah
lokasi, sungai-sungai digali lebih dalam, dan tanggul-tanggul
dipindahkan jauh dari pinggiran sungai.Kota Nimwegen di bagian tenggara Belanda menjadi lokasi proyek besar yang melibatkan pembelokkan sungai Waal."Nimwegen letaknya terlalu dekat dengan sungai - berarti Waal harus
didorong melewati leher botol," jelas Ingwer de Boer, direktur program
Ruang bagi Sungai. "Semacam jalan pintas akan diciptakan, dengan sebuah
pulau yang dilengkapi perkantoran, toko dan taman."
|
Sungai Waal naik ke tingkat berbahaya terakhir kali bulan Desember 2012
|
Sungai Waal naik ke tingkat berbahaya terakhir kali bulan Desember 2012
Program perlindungan dari banjir di Belanda termasuk 39 proyek semacam
ini, di wilayah sekitar sungai Rhein, Maas, Waal dan Ijssel. Upaya ini
harus mampu melindungi sekitar 4 juta warga, dengan biaya 2,3 miliar
Euro.Upaya Belanda dalam melawan naiknya permukaan laut juga mulai menarik
perhatian dunia. Delegasi dari Thailand, Vietnam, Australia dan Amerika
Serikat telah mengunjungi Belanda untuk bertemu dengan para insinyur
sipil negeri oranye, untuk membahas metode penanggulangan masalah yang
disebabkan oleh kenaikan permukaan laut
.[Sumber : http://www.dw.de/]