Arsitektur hari ini and future
MAR
04

Mengapa Non-Muslim Dilarang Masuk Mekkah?

Oleh :  Prof. Dr. Hamid  Bin Ahmad Al-Rifaie  *)


Pada tahun 2002, delegasi Komisi Kebebasan Agama Internasional yang dipimpin oleh Thomas Park dari Kementerian Luar Negeri Amerika, berkunjung ke Saudi Arabia, dan mereka meminta saya agar dapat berdialog sekitar kebebasan agama di Jazeera Arab, khususnya Saudi Arabia. Tentunya penulis, dengan senang hati menerima rombongan dari Kemlu Paman Syam itu di Jeddah. Salah-satu pertanyaan yang disampaikan dalam pertemuan tersebut, mungkin pertanyaan itu dinilai sudah basi untuk dibahas karena kita sering mendengarnya, baik dari kalangan muslim maupun non-muslim. Namun demikian, kami tentunya menjawab disesuaikan dengan logika dan pandangan mereka dalam beragama.

Yaitu perihal larangan pembangunan tempat ibadah non-muslim di Saudia sebagaimana yang pernah kita bahas sebelumnya, dan pertanyaan lain adalah, mungkinkah bagi non-muslim dapat berkunjung ke kota Mekkah untuk sekedar melihat kabah dari dekat?. Menurut paparan pimpinan delegasi, kunjungan ini tidak bermaksud untuk membangun tempat ibadah di Mekkah. Tetapi secara manusia, darah dan daging manusia kami mendambakan berkunjung ke Mekkah walaupun hanya melihat Kabah. Dan  apa ruginya apabila seorang kafir masuk Mekkah berdiam diri dan tidak berbicara sepatah katapun? Dikatakan, dirinya hanya ingin mengetahui Mekkah, bangunan Kabah dan kenapa umat Islam termasuk anda melarang  hal demikian?.
Penulis sampaikan, percayalah kalau masalah ini ada dalam kekuasaan saya atau merupakan masalah yang masih diperdebatkan oleh manusia, pasti penulis akan membawa delegasi itu dengan mobil pribadi ke Mekkah. Namun Mekkah bukanlah kota wisata, buka kawasan  industri, juga bukan kota perdaganggan dan tidak ada aktivitas lain selain untuk ibadah. Sebenarnya, penduduk kota ini pada asalnya mereka adalah sebagai pelayan Mesjid al-Haram, mereka berbakti dalam pengadaan air minum, makanan dan akomodasi penginapan bagi tetamu Allah yang berkunjung ke Mekkah, yang pada saat itu belum ada perhotelan seperti saat ini. Jadi singkat kata, hanya penduduk kota Mekkah yang berwenang untuk menyediakan semua keperluan tamu Allah s.w.t yang datang dari berbagai penjuru dunia.
Mekkah bukan kota yang indah untuk dikunjungi, karena lokasinya berada diantara dua lembah yang diapit oleh gunung-gunung yang bentuknya menyerupai kepala syetan. Kalaulah bukan karena Bait al-Haram ini kemungkinan besar tidak akan pernah sebagian hantupun tinggal di sana. Jadi yang membuat hati manusia sangat tertarik berkunjung ke Mekkah adalah karena kota itu sangat mulia disamping-Nya. Tidak ada bagian sedikitpun dari kota Mekkah bernuansa wisata seperti Paris, Roma ataupun Bali,  pemandangannya tidak menyilaukan penglihatan para pelancong, apalagi kawasan industri tidak diperkenankan dibangun, pertanian juga tidak subur karena tanahnya tandus, kering semua berupa bebatuan sebagaimana yang difirmankan Allah s.w.t yang artinya :
(Ya Tuhan Kami, Sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, Ya Tuhan Kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka Jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, Mudah-mudahan mereka bersyukur). (Q.S.14:37).
Kota ini telah dimuliakan dan dipilih oleh Tuhan bagi alam semesta tanpa ada campur tangan dan keinginan kaum muslimin dan non-muslim. Mekkah sendiri memiliki minimal tiga batasan syarie:  pertama, batasan internasional, atau kami namakan dengan waktu internasional –peziarah ke kota Mekkah terlebih dahulu harus mendapatkan visa haji atau umroh-, kedua, adanya batasan nasional (Saudia), dan ketiga adalah batasan lokal   wilayah yang termasuk kawasan haram. Seorang muslim tidak dapat memasuki kota Mekkah apabila dia tidak memenuhi ketiga kriteria tersebut. Apabila seorang non-muslim yang datang dari New-York harus menuju Mekkah maka harus mematuhi semua persyaratan itu, baik dia pejabat Negara atau orang biasa. Karena seorang muslimpun yang menuju Mekkah, diwajibkan berziarah setelah tuntunan Islam (berniat, bersuci-mandi-berihram, sholat sunah dua rakaat, bertalbiyah dan lain-lain, tetapi terdapat pengecualian apabila bagi muslim yang tidak hendak beribadah misalkan sopir) terpenuhi dan tidak melanggar ketiga batasan tersebut.
Apabila persayatan terpenuhi maka ketiga batasan itu terbuka bagi siapapun, misalkan setelah Hudaibiyah yang merupakan batasan luar batas kota Mekkah yang di tempat ini Rasulullah s.a.w melakukan perjanjian (sulh) dengan non-muslim (kafir quraisy) maka di tempat ini  sebagian amalan syarie umroh dan haji mulai dilakukan. Jadi, seorang muslim tidak dapat masuk ke Mekkah begitu saja, dia juga harus memenuhi persyaratan di atas. Bagaimana seoarang kafir dapat memasuki Mekkah dimana tidak memenuhi  persyaratan dan tidak mengindahkan petunjuk manasik Rasulullah s.a.w.

Selanjutnya Thomas Park bertanya lagi, bagimanana jika seorang non-muslim telah melewati perbatasan internasional –masuk wilayah selain haram Mekkah-, terus dia melakukan perbuatan seperti yang dilakukan muslim, yaitu memakai pakain ihram dan rincian ibadah lainnya menuju Mekkah? Penulis sampaikan kepada semua delegasi  Komisi Kebebasan Agama Internasional dari negara Adi Daya itu, bahwa kepergian ke Mekkah  berpura-pura sebagai muslim atau sebenarnya sebagai muslim, itu urusan pribadi karena manusia tidak bertangung jawab atas hati orang lain di hadapan Allah s.w.t. Apabila seorang kafir masuk kota Riyad melalui batas internasional, maka tentunya dia memasuki kawasan yang dibolehkan bagi non-muslim karena tanah yang tidak boleh diinjak bagi orang musyrik adalah Mekkah.
Ini adalah keputusan Tuhan,  dengan adanya ketetapan Ilahi tersebut  keuntungan ekonomi miliaran dollar yang seharusannya diraih hilang. Karena tidak membenarkan kelompok musyrikin mengerjakan haji dan umrah, karena sumber pencaharian ekonomi kaum Muslim khususnya di Mekkah dan Saudia boleh Jadi berkurang. Namun Allah s.w.t melimpahkan anugerah dan kekayaan bagi penduduk Mekkah dan para pengunjungnya, seperti dalam firman dalam surat Ibrahim ayat 37 yang artinya :  (…dan jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah nanti akan memberimu kekayaan kepadamu dari karunia-Nya…).
Pencabutan larangan keputusan Allah s.w.t untuk berkunjung ke Mekkah tersebut dimunkinkan bagi pihak Saudi Arabia akan mendapatkan keuntungan besar yang berlipat ganda dengan kehadiran jutaan non-muslim. Tetapi perlu ditegaskan bahwa boleh tidaknya masuk kota Mekkah bagi musyrik ialah bukan keputusan semata pemerintah Saudi Arabia. Namun keputusanTuhan bagi semua bangsa, karena ini merupakan masalah akidah dan ibadah. Saya pribadi berharap tidak ada larangan masuk ke Mekkah bagi non-muslim, tetapi ini sudah keputusan dan hikmah Allah s.w.t maka umat Islam hanya wajib tunduk dan taat kepada ketentuan-Nya. Karena ajaran Islam yang dibawakan oleh seorang Nabi pembawa rahmat dan keberkahan bagi semesta alam. Penulis balik bertanya kepada delegasi tersebut, apakah seorang kristen yang taat  akan melangar isi  perintah the holly bible yang diyakininya? Tentu jawabannya : tidak. Tetapi kenapa anda melarang  dan menyoalkan ketaatan kami dalam mejewantahkan perintah kandungan al-Quran?.
Berkenaan dengan itu, penerjemah tambahkan tiga perkara yang ada hubungannya dengan perihal diatas : 1, keyakinan non-muslim menurut pandangan Islam adalah sesat dan batil. karena kepercayaannya itu  dibangung diatas kemusyirikan yang merupakan kebudayaan yang rusak. Dengan tidak masuknya non-muslim ke Mekkah dapat membendung pengaruh negatif kepada penduduk Mekkah dan penziarah kaum Muslimin.2, non-muslim tidak diharuskan beramal  dan taat kepada aturan-aturan, misalkan berkenaan dengan masalah kebersihan dan kesehatan badan. Oleh sebab itu, mereka tidak  diijinkan memasuki kota Mekkah yang dihuni kaum Muslimin yang memiliki peranturan dan instruksi tersendiri.3, Semua negara Islam harus maju dan mandiri perekonomiannya. Sudah saatnya mereka harus berupaya keras supaya tujuan swa-sembada di segala bidang dapat  diraih. Jelasnya, bahwa non-muslim tidak memiliki kelayakan untuk memasuki kota suci Mekkah dan hal tersebut sangat dapat diterima oleh akal sehat.

---
Prof. Dr. Hamid  Bin Ahmad Al-Rifaie  adalah mantan dosen kimia dan pemikir Saudi yang aktif dalam forum dialog antar agama, Presiden International Islamic Forum for Dialogue (IIFD) berpusat di Irlandia, Wakil Ketua Motamar al-Alam al-Islami l The World Muslim Congress (WMC) di Mekkah, dan penulis produktif yang telah menerbitkan lebih dari 75 buku dalam bahasa Arab dan Inggris.  Diterjemahkan dan disusun ulang oleh Arip Rahman yang tinggal di Rabat-Maroko.

[ Sumber : http://persis.or.id/ ]

Baca juga :
  1. Grand Design Perluasan Majidil Haram Makkah
  2. Jeddah: Kota Sculpture  
Labels:
0
COMMENTS
Build a Mobile Site
View Site in Mobile | Classic
Share by: