- Idola
atau Idol adalah wujud atau simbol peribadatan
- Idola atau Idol adalah tuhan
palsu
- Idola atau Idol adalah sesuatu yang menyerupai
- Idola atau Idol
adalah orang yang suka berpura-pura
- Idola atau Idol adalah penipu yang
lihai
- Idola atau Idol adalah sesuatu yang tak terlihat namun tak
bermateri
- Idola atau Idol adalah momok atau hantu atau setan yang
memesonakan
- Idola atau Idol adalah objek yang sangat digemari
- Idola
atau Idol adalah idaman
- Idola atau Idol adalah konsep yang salah
- Idola
atau Idol adalah buah pikiran yang keliru
Dalam kebiasaan umum dan yang
diumumkan, sosok Idola adalah orang yang dipuja, dikagumi atau diteladani, dapat
memberi inspirasi, dan motivasi. Sosok idola adalah orang yang dianggap
menyandang predikat istimewa, dihormati posisinya dan dikagumi prestasinya.
Sosok idola ditempatkan pada posisi yang tinggi di antara komunitas yang
mengidolakannya.
Para idola diakui memiliki keterampilan atau keahlian di
atas rata-rata orang biasa. Mereka berpenampilan khas, unik dan atraktif. Dengan
potensi dan posisi seperti inilah mereka dapat dengan mudah mendapatkan uang
serta fasilitas yang berlimpah. Gaya hidup sang idola yang biasanya muda, kaya
dan cantik atau tampan serta terkenal ini tentu saja menjadi idaman bagi remaja
sebayanya. Para pemuja idola sering membayangkan dirinya dan berlaku meniru
sosok idolanya. Penampilan dan gaya hidup mulai dari model rambut, cara
berdandan dan bahkan perilakunya sering dijiplak dan diikuti. Fenomena idola dan
mengidolakan memang telah melanda dunia sejak dulu, kini dan mungkin hingga
nanti. Sosok idola memang menjadi budaya, mulai dari olahraga, penyanyi, artis
film, pengusaha, pejabat, bahkan para penjahat pun memiliki figur pujaannya
sendiri.
Untuk sementara bagi para orangtua yang kadang prihatin dengan
keadaan anak-anak mereka, baik itu yang berusia dini atau remaja akan tayangan
televisi yang kerap menampilkan sosok Idola secara gamblang di depan mata
mereka, maka simpanlah terlebih dulu keprihatinan tersebut. Fokuskan perhatian
itu dengan bertanya sekaligus menjawab hal-hal sederhana sebagai berikut
:
- Tanya : Kenapa mereka ingin menjadi idola?
Jawab : Karena ada
yang mengidolakan. Tak ada Idola tanpa ada yang mengidolakan.
- Tanya :
Kenapa mereka mengidolakan?
Jawab : Karena para pengidol memiliki mata yang
bisa melihat dan telinga yang bisa mendengar.
- Tanya : Kenapa mereka
melihat dan mendengar?
Jawab : Karena ada media yang menyebarkan dan
menyiarkan. Acara Idol mengidol ini ditayangkan setiap hari di media televisi.
Mereka melihat dengan matanya, mendengar dengan telinganya, dan berhasil
menggugah ambisinya.
Ingat ketika fantasi melambung tinggi, maka ia akan
menyeret ambisi untuk terbang melayang tinggi. Fantasi yang maknanya adalah
sesuatu yang tidak nyata, justru kenyataannya malah diminati bahkan diantri.
Ajakan menjadi bintang yang menggantung tinggi di langit, ternyata mampu
menghebohkan penduduk bumi ini.
Cobalah buka kamus Bahasa
Inggris-Indonesia (disusun oleh: John M. Echols dan Hassan Shadily terbitan PT.
Gramedia Jakarta), maka kita akan menemukan bahwa arti kata “Idol” dimaknai
sebagai “Berhala”. Jadi keberhalaan seorang idola adalah haknya untuk dipuja,
disembah, disanjung dan dimanja. Namun ketika para orang tua ini mengukur efek
samping dari fenomena idol tersebut, mereka menggunakan pedoman etika baku.
Sementara mereka (para Idol dan sekutunya) menggunakan ukuran dengan pedoman
baru yang berbeda. Perbedaan antara harapan dan kenyataan inilah yang membuahkan
kekecewaan. Buah kecewa tersebut adalah kepahitan, maka dari itu wajar bukan
jika siapa saja yang tidak kesampaian untuk menjadi ‘Berhala’ tersebut, berujung
kepada kesedihan.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa Idola Indonesia
berarti Berhala Indonesia. Dan kalimat Idola Sesungguhnya, bisa juga diartikan
Berhala Sesungguhnya. Kamuslah yang menjelaskan demikian. Lantas bagaimana
fenomena Idol meng-Idol ini bisa terjadi?
Budaya Tiru-Meniru atau Copy
& Paste telah menjadi budaya yang dianut oleh bangsa kita, budaya ini juga
disebarkan oleh orang-orang rajin untuk orang malas. Lihat saja acara-acara Idol
Indonesia yang ada di televisi juga merupakan salinan Idol-Idol dari acara di
luar negeri. Setiap salinan adalah kemiripan atau keserupaan dari obyek aslinya.
Dan setiap yang direkatkan tentu menempel sebagai sifat penyalinnya -Persis atau
serupa dengan yang dicopynya. Penyalin serupa dengan yang disalin. Orang Barat
mengatakan: “Copy tend to comply (menyalin cenderung menuruti)”
IDOL = I
(Just) Doll
“Idol” sudah menjadi kosa kata bahasa Inggris, berasal dari
bahasa Yunani “eidolon” yang berarti “image” atau “form”. The American Heritage
Dictionary mengartikan kata “idol” sebagai“An image used as an object of
worship”, atau “one who is adored”. “Dari kata ‘Idol’ berkembang kata “idolatry”
kemudian dimaknai sebagai “The worship of idol”, yakni ‘penyembahan satu idola’
atau “blind devotion”, yakni, ‘ketaatan yang membuta’.
Idol pun telah
menjadi produk sebuah industri yang disajikan untuk dikonsumsi. Konsumennya
adalah masyarakat, produsennya adalah pemilik uang, atau kekuasaan menjualnya
melalui media. Media, seperti TV, Koran, Tabloid, dan Majalah adalah bangunan
pasar yang memertemukan minat konsumen dan kehendak produsen. Melalui
media-media tersebut seorang Idola dijual sesuai potensi yang dimilikinya.
Biasanya, produsen atau pemilik modal sekaligus merangkap sebagai pemilik
bangunan pasar. Artinya pemilik uang juga sebagai pemilik media. Dalam kapasitas
dan posisi semacam ini, ia mampu menguasai, mengelola, dan mendikte konsumen
pemirsanya. Acara Idol yang sejenis dan berjubel itu adalah serangkaian proses
pemasaran sosok idola yang dimulai dari mengumpulkan dan menyeleksi (melalui
audisi dan eliminasi) serta memproduksi sekaligus memasarkan idola hasil
produksinya. Jadilah idola sebagai sebuah komoditi.
Seorang calon Idol
diperlihatkan berbagai kenikmatan dan kemudahan ketika sosok Idola yang telah
menjadi berhala dan diberhalakan. Dengan membayangkan dirinya sebagai seorang
idola, maka nafsu mulai menggebu:
-Makan = Makan adalah Naluri dasar,
manusia akan mencari apa saja untuk bisa makan.
-Malas = Dengan menjadi Idol
ia bisa menikmati kemalasannya karena servis pengidolanya
-Miskin = Posisi
sebagai Idol mengubah dari kemiskinan yang ditakuti oleh sang Idol
-Menang =
Posisi seorang Idol diibaratkan kemenangan dan kebanggaan di atas dunia oleh
para pemujanya.
Kekaguman, pemujaan, biasanya memang berujung pada
ketaatan yang membabi-buta. Itu tampak dari perilaku banyak remaja yang
menggilai idola pujaannya di kalangan selebritis, mulai drai perilaku mengoleksi
album, foto, tanda tangan, lalu meniru-niru perilaku dan model pakaiannya.
Sebagian pak turut buta ini sampai rela menyerahkan dirinya untuk diapakan saja
oleh idolanya. Berbagai acara TV yang mempertemukan antara idola dan pemujanya
sudah ditayangkan. Biasanya digambarkan, bagaimana histerisnya, ketika sang
pemuja berjumpa dengan sang idola.
Jadi, kata “idol” memang berkaitan
dengan aspek “pemujaan”, “penghormatan”, dan “penyembahan”. Para juara dalam
program-program ini akan ditampilkan sebagai “idol”, idola, yang dipuja,
dihormati, dan mendapatkan berbagai fasilitas hidup duniawi yang menggiurkan.
Pesatnya perkembangan industri showbiz membutuhkan banyak “idol”. Sebagaimana
layaknya, dunia showbiz, sosok-sosok pujaan dibangun di atas “realitas kamera”
atau “realitas semu”, yang sifatnya temporer, sesuai dengan kebutuhan dunia
bisnis hiburan. Di atas realitas inilah dibangun mitos-mitos. Mitos tentang
idol, mitos tentang sang pujaan, mitos tentang sang bintang, yang cantik/tampan,
berbakat menyanyi, berakting, dan beruntung.
Beginilah ramuan tersebut
disodorkan dalam resep yang mujarab dan dengan aroma yang menggoda lagi
menggiurkan.
[ Sumber :
jurukunci.net
]