|
|
Oleh : Elin Driana
Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta; Salah Seorang Koordinator Education Forum
PENGHENTIAN Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menjalankannya selama satu semester—dan hanya diterapkan di sekolah-sekolah yang sudah menjalankannya selama tiga semester—oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menuai beragam reaksi. Tidak sedikit yang menyesalkan keputusan tersebut, baik dari kalangan guru, siswa, orangtua, maupun anggota masyarakat lainnya. Reaksi yang cukup dominan antara lain kekhawatiran akan kembalinya pembelajaran pada model ceramah yang membosankan, latihan-latihan soal, atau hanya mengacu pada buku teks apabila menggunakan Kurikulum 2006.
Banyak kesamaan
Ditinjau dari prinsip-prinsip pembelajaran, sebetulnya tak ada perbedaan yang berarti antara Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22/2006—yang ditandatangani mendiknas terdahulu Bambang Soedibyo—menyebutkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip antara lain "berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya"; "beragam dan terpadu"; "tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni"; "relevan dengan kebutuhan kehidupan"; "menyeluruh dan berkesinambungan"; "belajar sepanjang hayat"; dan "seimbang antara kepentingan nasional dan daerah". Adapun pelaksanaan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran, antara lain: "aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan"; "menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, serta memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar".
Dosen Program Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka Jakarta; Salah Seorang Koordinator Education Forum
PENGHENTIAN Kurikulum 2013 di sekolah-sekolah yang baru menjalankannya selama satu semester—dan hanya diterapkan di sekolah-sekolah yang sudah menjalankannya selama tiga semester—oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Anies Baswedan menuai beragam reaksi. Tidak sedikit yang menyesalkan keputusan tersebut, baik dari kalangan guru, siswa, orangtua, maupun anggota masyarakat lainnya. Reaksi yang cukup dominan antara lain kekhawatiran akan kembalinya pembelajaran pada model ceramah yang membosankan, latihan-latihan soal, atau hanya mengacu pada buku teks apabila menggunakan Kurikulum 2006.
Banyak kesamaan
Ditinjau dari prinsip-prinsip pembelajaran, sebetulnya tak ada perbedaan yang berarti antara Kurikulum 2006 dan Kurikulum 2013. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No 22/2006—yang ditandatangani mendiknas terdahulu Bambang Soedibyo—menyebutkan bahwa kurikulum tingkat satuan pendidikan dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip antara lain "berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya"; "beragam dan terpadu"; "tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni"; "relevan dengan kebutuhan kehidupan"; "menyeluruh dan berkesinambungan"; "belajar sepanjang hayat"; dan "seimbang antara kepentingan nasional dan daerah". Adapun pelaksanaan kurikulum didasarkan pada prinsip-prinsip pembelajaran, antara lain: "aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan"; "menggunakan pendekatan multistrategi dan multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai, serta memanfaatkan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar".