Oleh : Nasaruddin Umar
Prof LWH Hull dalam buku monumentalnya History and
Philosophy of science mengungkapkan siklus pergumulan antara agama, filsafat,
dan ilmu, yang kemudian melahirkan corak peradabannya masing-masing, terjadi
setiap enam abad.
Ia memulai mengkaji enam abad Sebelum Masehi (SM)
sampai abad pertama Masehi ditandai dengan lahir dan berkembangnya pemikiran
tokoh-tokoh filsafat Yunani yang amat tersohor seperti Tales (ahli filsafat,
astronomi, dan geometrika), Pytagoras (geometrika dan aritmatika), dan
Aristoteles (ahli filsafat, ilmu empiris, yang juga dikenal sebagai pendiri
Mazhab Alexandria, yang lebih menekankan pendekatan induktif).
Juga
pemikir Plato (ahli filsafat, ilmu-ilmu rasional, yang lebih dikenal dengan
pendiri Mazhab Atena, yang lebih menekankan pendekatan deduktif). Periode ini
para filosof menenggelamkan peran dan popularitas pemimpin politik dan pemimpin
agama.
Periode kedua, ditandai dengan lahirnya Nabi Isa (1M) sampai
lahirnya Nabi Muhammad (VI M). Periode ini ditandai dengan merosotnya pengaruh
dan popularitas para filosof dan menguatnya peran penguasa yang sekaligus
sebagai penguasa gereja. Mereka memperatasnamakan diri sebagai wakil Tuhan di
bumi.
Dengan demikian, otoritas dan penentu kebenaran berada di tangan
Raja (Romawi). Dalam periode ini hampir tidak ditemukan tokoh pemikir dan
filsafat. Sebaliknya tercatat sejumlah raja yang sangat power full. Di masa ini
orang-orang tidak berani berfikir dan mengkaji ilmu pengetahuan, karena bisa
saja berarti malapetaka baginya, teruama jika teori dan hasil pemikirannya
berbeda, apalagi bertentangan dengan pendapat gereja (baca:
agama).
Tidak sedikit pemikir dan ilmuan korban karena mereka mencoba
memperkenalkan kebenaran di luar gereja. Akibatnya munculah zaman kegelapan
dimana tidak ada lagi keberanian untuk melakukan pengkajian dan aktivitas ilmu
pengetahuan. Kondisi obyektif seperti ini menurut Marshall GS Hodgson dalam "The
Venture of Islam", yang kemudian disebut dengan "zaman jahiliyah" dan sekaligus
menjadi back ground lahirnya agama dan peradaban Islam.
Periode
ketiga, ditandai dengan lahirnya Nabi Muhammad (abad VI M) sampai abad
kebangkitan Eropa (abad XIII M). Periode ini diawali dengan abad kegelapan
Kristen Eropa sebagai akibat dominannya Raja yang mengambil alih otoritas
gereja. Periode ini juga ditandai dengan lahirnya Nabi Muhammad Saw, seorang
tokoh fenomenal dari gurun pasir Mekah yang dijelaskan dalam artikel terdahulu.
Ia menjadi figure central dalam dalam periode ini.
Tentu yang amat
penting dalam periode ini ialah kehadiran wahyu Al-Quran sebagai pedoman hidup.
Ia kemudian dilukiskan sebagai The Best Leader dan The Best Manager, bukan hanya
dalam kurun waktu kehidupannya tetapi menurut Michael H Hart dalam 100 A Ranking
of The Most Influential Persons in History", hingga saat ini ia belum tak
tertandingi kehebatannya.
Dalam periode ini banyak sekali prestasi
kemanusiaan yang dapat dicatat, antara lain lahirnya tokoh-tokoh agama seperti
lahirnya empat imam mazhab (Abu Hanifah, Malik, Syafii dan Ahmad Ibn Hambali)
dan tokoh-tokoh sains dan filsafat, bangkitnya kembali pemikiran dan filsafat
ala Yunani, sehingga dalam periode ini disebut periode filsafat Yunani
II.
Periode ini dicatat sejumlah tokoh dari berbagai disiplin ilmu
yang karya-karyanya diwarisi hingga saat ini. Bukan hanya dalam bidang keagamaan
dan hukum kemasyarakatan seperti Fikih tetapi juga dalam bidang sains dan
teknologi sebagaimana akan diuraikan dalam artikel mendatang.
Periode
ini juga menggabungkan antara semangat ilmu pengetahuan dan teknologi (iqara)
dan spirit agama (bi ism Rabbik). Antara keduanya ternyata tidak mesti
dipertentangkan. Sinergi antara keduanya melahirkan gelombang peradaban Islam.
Sebutlah gelombang peradaban ini dengan peradaban Iqra bi Ism Rabbik. -
SAYANG sekali masa kejayaan Islam selama enam abad tidak bisa
berlangsung lebih lama karena pusat-pusat kerajaan Islam terlalu jauh
meninggalkan ruhul Islam. Akibatnya lahirlah periode kelima, yang ditandai
dengan melemahnya pusat-pusat kerajaan Islam dan kebangkitan Eropa di abad ke
XIII.
Periode ini ditandai dengan semakin bangkitnya pemikiran dunia
Barat khususnya Eropa. Buku-buku dan kitab-kitab yang baik dari Timur Islam
diambil dan diterjemahkan ke dalam bahasa Eropa, khususnya bahasa Inggris,
Perancis, dan Spanyol. Perpecahan dan bahkan perang saudara antara
dinasti-dinasti Islam berlangsung di mana-mana. Belum lagi dekadensi moral
semakin meluas di dalam masyarakat.
Apa yang terjadi pada masa jahiliyah
kembali diadopsi anggota keluarga raja dan kalangan elit bangsa Arab, misalnya
tradisi harem (gundit-gundit) yang sudah pernah tidak kedengaran pada masa awal
Islam kembali marak lagi, khususnya di lingkungan istana. Malah menurut Fatimah
Mernissi, di antara seluruh raja yang pernah berdaulat di dinasti Bani
Abbasiyah, hanya dua orang yang lahir dari permaisuri sah, selebihnya berasal
dari isteri selir raja.
Hal lain yang perlu dicatat ialah merosotnya
aktifitas ilmu pengetahuan. Pemikiran mutazilah yang menjunjung tinggi pikiran
dan logika seolah-olah dipandang sebagai aliran sesat. Akibatnya aktifitas
pemikiran dan ilmu pengetahuan mandeg.
Kebetulan setelah pemikiran
mutazilah menurun digantikan oleh aktifitas tasawuf, yang lebih menekankan aspek
rasa dan spiritualitas. Khurafat, bidah, dan pemikiran mistik serta spekulatif
berkembang cepat dalam dunia Islam. Pandangan dunia (Islamic world view)
berbalik dengan periode-periode sebelumnya.
Periode ini betul-betul
memalukan bagi dunia Islam. Menurut teori politik Ibnu Khaldun, yang membagi
periode sejarah kerajaan itu pada empat periode, yakni periode perintis, periode
pembangun, periode penikmat, dan periode penghancur. Periode penghancur ini
terjadi di dalam abad XIII. Cepat atau lambatnya siklus Ibnu Khaldun ini
tergantung konsisten atau tidaknya para pelaku politik di dalam memerankan peran
politiknya.
Al-Quran sendiri meniscayakan perubahan itu, sebagaimana
diisyaratkan dalam QS Ali Imran 3:140: "Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu,
Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran)". Al-Quran
juga menegaskan bahwa yang punya ajal itu bukan hanya manusia sebagai perorangan
tetapi suatu masyaakat juga punya ajal, likulli ummatin ajal (setiap suatu
komunitas itu mempunyai ajal). Dalam ayat lain juga dikatakan, "apabila ajal
tiba tidak akan ditunda atau dipercepat".
Dalam periode ini berkembang
faham positifisme yang menganggap agama adalah candu bagi masyarakat. Semua bisa
diselesaikan dengan sains dan teknologi. Memang mistisisme di Barat bisa diredam
tetapi mempertentangkan ilmu pengetahuan dan agama merupakan kesalahan
besar.
Akibat dari berbagai kekecewaan ini maka muncul suatu
kecenderungan baru dalam masyarakat untuk merevisi ulang pandangan hidup dunia
Barat yang sedemikian jauh dirasuki pikiran sekularisme. Kecenderungan inilah,
menurut Prof Hull, yang menjadi cikal bakal lahirnya periode berikutnya, yaitu
periode kebangkitan Islam jilid II.
Kebangkitan hellenisme jilid II maju
cepat, termasuk menghidupkan kembali mazhab empirisme Aristoteles dan
rasionalisme Plato, yang kemudian dikenal New Platonisme. Kedudukan agama pada
periode ini mengalami stagnan. Satu persatu dunia Islam takluk di bawah
kekuasaan penjajah Barat.
Dunia Barat hanya mengembangkan sains dan
teknologi tetapi melupakan agama sebagai pembimbingnya. Mereka baru sadar
setelah bom Atom meledak di Hirosima dan Nagasaki. Ternyata benar bahwa iqra
tanpa bi ismi Rabbik adalah malapetaka kemanusiaan.
[ Sumber:
http://mozaik.inilah.com/ ]